|
ilustrasi pemberian tanah untuk diwakafkan |
Umat Islam adalah umat yang mulia, umat yang dipilih Alloh SWT untuk mengemban risalah agar mereka menjadi saksi atas segala umat. Tugas umat islam adalah mewujudkan kehidupan yang adil makmur, tenteram dan sejahtera di manapun mereka berada. Karena itu, umat islam seharusnya menjadi rahmat bagi sekalian alam.
Adapun yang menyebabkan manusia itu mulia karena terdiri dari akal pikiran dan hati yang di anugerahkan oleh Alloh SWT. Akal pikiran dan hati inilah yang akan menjadikan manusia itu benar-benar menjadi seorang manusia. Jadi akal pikiran dan hati nurani tersebut bukan hanya sekedar onggokan daging tanpa arti. Manusia akan sangat berarti jika mempunyai dua unsur di atas sanggup menjadikannya sebagai landasan dalam bertindak. Dalam kehidupan sehari-hari setiap orang dianjurkan untuk melaksanakan perintah Alloh SWT, antara lain membayar infak, Zakat dan wakaf.
A. PENGERTIAN WAKAF
Ditinjau dari segi bahasa, wakaf berarti menahan. Adapun menurut istilah wakaf yaitu menahan sesuatu benda yang kekal zatnya untuk diambil manfaatnya untuk kebaikan dan kemajuan islam. Menahan sesuatu yang kekal zatnya artinya tidak dijual dan tidak diberikan serta tidak pula diwariskan, tetapi hanya disedekahkan untuk diambil manfaatnya.
Berikut beberapa pengertian menurut para ulama dan pemerintah:
- Menrut mazhab Syafi'i dan Hambali: Wakaf adalah seseorang menahan hartanya untuk bisa dimanfaatkan disegala bidang kemaslahatan dengan tetap melenggengkan harta tersebut sebagai takorub kepada Alloh SWT.
- Menurut mazhab Hanafi: Wakaf adalah menahan harta benda sehingga menjadi hukum milik Alloh SWT, maka seseorang yang mewakafkan sesuatu berarti ia melepaskan kepemilikan harta tersebut dan memberikannya kepada Alloh SWT. untuk bisa memberikan manffaatnya kepada manusia secara tetap dan kontinu, tidak boleh dijual, dihibahkan ataupun diwariskan.
- Menurut mazhab Maliki: Wakaf adalah memberikan sesuatu hasil manfaat dari harta, dimana harta pokoknya tetap atau lestari atas kepemilikan pemberi manfaat tersebut walaupun sesaat.
- Menurut PP no 28 Tahun 1997: Wakaf adalah perbuatan hukum seseorang atau badan hukum yang memisahkan sebagian harta kekayaannya yang berupa tanah milik dan melembagakanya untuk selamanya. Bagi kepentingan peribadatan atau keperluan umum lainnya sesuai dengan ajaran agama Islam.
Dari Definisi diatas dapat diambil kesimpulan bahwa wakaf itu termasuk salah satu diantara macam-macam pemberian, akan tetapi hanya boleh diambil manfaatnya dan bendanya harus tetap utuh. Oleh karnea itu, harta yang layak untuk diwakafkan adalah harta yang tidak habis dipakai dan umumnya tidak dapat dipindahkan, misalnya tanah, bangungan, dan sejenisnya. Utamanya untuk kepentingan umum, misalnya untuk masjid, mushola, pondok pesantren, panti asuhan jalan umum, dan sebagainya.
Hukum wakaf wakaf sama dengan amal jariah. Sesuai dengan jenis amalnya maka berwakaf bukan sekedar berderman (sedekah ) biasa, tetapi lebih besar pahala dan manfaatnya terhadap orang yang berwakaf. Pahala yang diterma akan mengalir terus-menerus selama barang atau benda yang diwakafkan itu masih berguna dan bermanfaat. hukum wakaf adalah sunah.
عَنْ اَبي هُـرَيْـرَةَ رَضِـَي اللهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اِذاَ ماَتَ ابْنُ اٰدَمَ اِنْقَطَعَ عَمَلُهُ اِلاَّمِنْ ثَلاَثٍ : صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ اَوْعِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ اَوْوَلَدٍصَا لِحٍ يَدْعُوْلَه. رَوَهُ مُسْلِمْ
Artinya: " Dari Abi Hurairah ra Rosulullah Saw bersabda:Apabila anak adam meninggal dunia maka terputuslah semua amalnya, kecuali tiga (macam) yaitu sedekah jariah (yang mengalir terus) , ilmu yang bermanfaat dan anak sholeh yang selalu mendoakan" (HR Muslim).
Harta yang diwakafkan tidak boleh dijual, dihibahkan atau diwariskan. Akan Tetapi, harta wakaf tersebut harus terus menerus dapat dimanfaatkan untuk kepentingan umum sebagaimana orang yang mewakafkan.
B. SYARAT DAN RUKUN WAKAF
1. Syarat Wakaf
Berikut adalah syarat-syarat harta yang diwakafkan.
- Diwakafkan untuk selama-lamanya, tidak terbatas waktu tertentu (takbid)
- Tunai tanpa menggantungkan pada suatu peristiwa di massa yang akan datang. Misalnya "Saya wakafkan bila dapat keuntungan yang lebih besar dari usaha yang akan datang".
- Jelas mququf alaihnya (orang yang diberi wakaf) dan bisa dimiliki barang yang diwakafkan (mauquf) itu.
2. Rukun Wakaf
Wakaf dapat terbentuk apabila terpenuhi pilar-pilar utamanya yaitu sebagai berikut:
a. Wakif ( orang yang wakaf )
Wakif disyaratkan harus orang yang mukalaf ( baligh dan berakal sehat ), merdeka. Wakaf bagi orang yang belum mukalaf atau yang gila hukumnya tidak sah , sedangkan wakaf dari orang kafir.
b. Mauquf ( Barang yang Diwakafkan )
Syarat objek yang dapat diwakafkan harus benda yang dapat dimanfaatkan tidak dengan merusak bendanya. Maka tidak sah hukumnya mewakafkan lilin karena penggunaannya dengan merusak bendanya. Demikian pula tidak sah mewakafkan uang tunai karena pemanfaatannya dengan cara dibelanjakan.
c. Shigot ( Kalimat Wakaf )
Shigot harus diucapkan secara lisan, tidak cukup dengan diucapkan dalam hati saja ( niat ). Adapun shighot wakaf dalam bentuk tulisan dianggap sah jika disertai dengan niat saat menulis.
d. Mauquf'alaih (peneirma wakaf )
Berikut adalah macam-macam penerima wakaf:
1) Mauquf'alaih mu'ayyan yaitu wakaf kepada perorangan tertentu yang disebutkan oleh wakif baik satu orang atau leibih
2) Mauquf'alaih ghoyru mu'ayyan yaitu wakaf kepada orang yang tidak ditentukan seperti kepada golongan fakir miskin, santi pondok, kaum muslimin, dan lain -lain.
C. PERUNDANG-UNDANGAN WAKAF
Perwakafan di Indonesia telah diatur sedemikian rupa oleh pemerintah agar pengelolaan wakaf dapat berjalan efektif dan berguna. Peraturan perundang-undangan yang selama ini belum dalam bentuk undang-undang, melainkan sebatas peraturan pemerintah dan keputusan menterei yaitu sebagai berikut:
- Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 28 Tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik.
- Peraturan Menteri Dalam Negeri RI nomor 6 Tahun 1977 tentang Tata Pendaftaran Mengenai Perwakafan Tanah Milik.
- Peraturan Menteri Agama RI Nomor 3 Tahun 1987 tentang Bimbingan dan Pembinaan kepada Badan Hukum Keagamaan sebagai Nazir dan Badan Hukum Keagamaan yang Memiliki Tanah.
- Surat Edaran Dirjen Bimbaga islam dan Urusan Haji Nomor DII/5/Ed./071981 tentang Pendaftaran Perwakafan Tanah Milik.
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 28 tahun 1997 tentang perwakafan tanah milik, bab I pasal 1 dinyatakan sebagai berikut:
- Wakaf adalah perbuatan hukum seseorang atau badan hukum yang memisahkan sebagian dari harta kekayaan yang berupa tanah milik dan melembagakannya untuk selama-lamanya untuk kepentingan peribadatan atau keperluan umum lainnya sesuai dengan ajarana agama Islam.
- Wakif adalah orang atau orang-orang ataupun badan hukum yang mewakafkan tanah Miliknya.
- Ikrar adalah pernyataan kehendak dari wakif untuk mewakafkan tanah miliknya.
- Nazir adalah kelompok orang atau badan hukum yang diserahi tugas pemeliharaan dan pengurusan benda wakaf.
D. CONTOH PENGELOLAAN WAKAF
Seseorang yang hendak mewakafkan sebagian harta kekayaannya, hendaknya dapat mendaftarkan diri ke pejabat pembuat akta Ikrar wakaf (PPAIW) sambil membawa sertifikat tanah agama (KUA) kecamatan. Benda yang diwakafkan harus yang kekal sifat dan zatnya, serta memberi manfaat dalam kurun waktu yang lama.
Jika benda tersebut telah diwakafkan, hendaknya pihak nazir (yang menerimba benda wakaf) dapat mengelolaanya dengan baik agar benda wakaf tersebut selamanya bermanfaat untuk kepentingan umum. Misalnya jika benda wakaf berupa sawah, hendaknya ditanami padi dengan baik; jika berupa tanah dan bangunan , hendaknya difungsikan sesuai dengan tujuan wakaf, sehingga tidak ada benda wakaf yang tidak mendatangkan manfaat.
Orang yang menerima benda wakaf harus mampu mengelola wakaf dengan baik. Mereka itu disebut dengan sebutan Nazir. Mereeka mempunyai hak dan kewajiban yaitu sebagai berikut:
- Mengurus dan mengawasi kekayaan wakaf serta hasilnya.
- Membuat lapran secara berkala terhadap semua hal yang menyangkut kekayaan wakaf.
- Berhak mendapatkan penghasilan atau fasilitas dari kekayaan wakaf tersebut
E. PENERAPAN KETENTUAN PERUNDANG-UNDANGAN TENTANG WAKAF
Setiap muslim yang hendak mewakafkan sebagaian hartanya atau hendak menerima wakaf dari pihak lain, hendaklah menggunakan perarturan perundang-undangan tetentang wakaf yang telah disahkan oleh pemerintah Republik Indonesia. Dengan demikian, ia telah mampu menerapkan peraturan perundang-undangan tersebut.
Untuk dapat menerapkan ketentuan perundang-undangan tetntang wakaf, diperlukan adanya kesadaran diri dari semua pihak, baik orang yang akan mewakafkan ( wakif ) maupun orang yang menerima wakaf ( nazir ).
Berdasarkan ketentuan perundang-undangan, kedua belah pihak itu mempunyai syarat tertentu yang semuanya terikat dalam undang-undang. Misalnya wakif harus mengikrarkan niat wakaflis nya. Baik Secara lisan maupun tertulis di hadapan pejabat pembuatan akta ikrar wakaf dan beberapa penerima benda wakaf berkewajiban mengurus, mengawasi dan mengelola benda wakaf, serta melaporkannya secara berkala kepada pejabar pemerintah yang menangani hal itu ( Pasal 10 Peraturan pemerintah menteri agama nomor 1 tahun 1998 ).
Kesadaran untuk menerapkan ketentuan perundang-undangan wakaf hendaknya dimiliki oleh setiap muslim di negeri ini, sehingga perundang-udangan tersebut dapat berjalan secara efektif sesuai dengan maksud dan tujuannya yaitu memberdayakan potensi umat Islam Indonesia untuk kemajuan dan kesejahteraan kaum muslimin.