Beranda · Menu · Menu 1 · Menu 2

Beberapa Kesultanan Di Sulawesi


Di daerah Sulawesi juga tumbuh kesultanan, Munculnya kesultanan di sulawesi tidak terlepas dari perdagangan yang berlangsung ketika itu. Berikut ini adalah beberapa kesultanan di sulwesi diantaranya Gowa-Tallo, Bone, Wajo dan Soppeng, dan Kesultanan Buton. Dari sekian banyak kesultanan yang paling terkanal diantaranya Kesultanan  Gowa-Tallo.
1. Kesultanan Gowa-Tallo
Kesultanan Gowa-Tallo sebelum menjadi kerajaan islam sering berperang dengan kerajaan lainnya di sulawesi selatan, seperti dengan Luwu, Bone, Soppeng dan Wajo. Kerajaan luwung yang bersekutu dengan wajo ditaklukan oleh kerajaan Gowa-Tallo. Kemudian kerajaan Wajo menjadi daerah taklukan Gowa menurut Hikayat Wajo. Dalam serangan terhadap kerajaan Gowa-Tallo, Karaeng Gowa meninggal dan seorang lagi terbunuh sekitar pada 1565. Ketiga kerajaan Bone, Wajo dan Soppeng mengadakan persatuan untuk mempertahankan kemerdekaanya yang disebut perjanjian Tellumpoco, sekitar 1582 M. Sejak kerajaan Gowa resmi sebagai kerajaan bercorak islam pada 1605 M, Gowa meluaskan pengaruh politiknya, agar kerajaan-kerajaan lainnya juga memeluk islam dan tunduk kepada kerajaan Gowa-Tallo. Kerajaan-kerajaan yang tunduk kepada kerajaan gowa-talo antaralaian Wajo pada 10 Mei 1610 M, dan Bone 23 November 1611 M.

Masjid Bau Bau - Beberapa Kesultanan Di Sulawesi
Masjid Bau Bau

Makam Sultan Hasannudin - Beberapa Kesultanan Di Sulawesi
Makam Sultan Hasannudin

Didaerah Sulawesi Selatan proses islamisasi makinmantap dengan adanya para mubaligh yang disebut dengan Dato' Tallu (Tiga Dato), yaitu Dato' Ri Bandang (Abdul Makmur atau Khatib Tunggal), Dato' Ri Pattimang (Dato' Sulaemana atau Khatib Sulung) dan  Dato' Ri Tiro (Abdul Jawad alias khatib Bungsu). Ketiganya bersaudara dari Kolo Tengah, Minangkabau, Para mubaligh itulah yang mengislamkan raja Luwu yaitu Datu'La Patiware'  Daeng Parabung dengan delar Sultan Muhammad pada 15-16 Ramadhan 1013 H (4-5 Februari 1605 M), Kemudian disusul oleh Raja Gowa dan Tallo yaitu Karaeng Matowaya dari Tallo yang bernama I Malingkang Daeng Manyonri (Karaeng Tallo) mengucapkan syahadat pada Jum'at Sore, 9 Jumadil Awal 1014 H atau 22 September 1605 M dengan gelar  Sultan Abdulloh. Selanjutnya Karaeng Gowa I Manga' rangi Daeng Manrabbia mengucapkan Syahadat pada Jum'at, 19 Rajab 1016 H atau 9 November 1607 M.
Perkembangan agama Islam di daerah Sulawesi Selatan mendapat tempat sebaik-baiknya bahkan ajaran Sufisme/ Sufi/ Tassawuf Khalwtiyah Dari Syaikh Yusuf al-Makassari juga tersebar di Kerajaan Gowa dan kerajaan lainnya pada pertengahan Abad ke 17. Karena banyaknya tantangan dari kaum bangsawan Gowa maka ia meninggalkan Sulawesi Selatan dan pergi ke Banten, Di Banten ia Diterima oleh Sultan Ageng Tirtayasa bahkan dijadikan menantu dan diangkat sebagai mufti di kesultanan.


Dalam Sejarah Kesultanan Gowa perlu dicatat tentang sejarah perjuangan Sultan Hasannudin dalam mempertahankan kedaulatannya terhdapa upaya penjajahan politik dan ekonomi kompeni (VOC) Belanda.Semula VOC tidak menaruh perhatian terhadap Kesultanan Gowa-Tallo yang telah mengalami kemajuan dalam bidang Perdagangan. Berita tentang pentingnya kerajaan Gowa-Tallo didapat setelah kapal portugis dirampas oleh VOC pada masa Gubernur Jendral K. P. Coen didekat perairan malaka. Didalam kapal tersebut terdapat orang Makassar. Dari orang Makssar itulah ia mendapat berita tentang pentingnya pelabuhan Somba Opu sebagai pelabuhan transit terutama untuk mendatangkan rempah-rempah dari maluku. Pada 1634 M VOC memblokir Kesultanan Gowa tetapi tidak berhasil. Peristiwa peperangan dari waktu ke waktu terus berjalan dan baru behenti antara 1637-1638. Sempat tercipta perjanjian damai namun tidak kekal karena pada 1638 terjadi perampokan kapal orang Bugis bermuatan kayu cendana, dan muatanya dijual kepada Orang Portugis. Perang di Sulawesi Selatan ini berhenti setelah terjadi perjanjian Bongaya pada 1667 yang sangat merugikan pihak Gowa-Tallo.

2. Kesultanan Wajo
Berita tentang tumbuh dan berkembangnya kesultanan wajo terdapat pada hikayat lokal, Di hikayat lokal tersebut ada cerita yang menghubungkan tentang pendirian kampung Wajo yang didirikan oleh tiga anak Raja dari kampung tetangga  Cinnotta'bi yaitu berasal dari keturunan dewa yang mendirikan kampung dan menjadi raja-raja dari ketiga bagian (limpo) bangsa wajo:Bettempola, Talonlenreng, dan Tua. Kepala keluarga dari mereka menjadi raja diseluruh Wajo dengan gelar Batara Wajo. Batara Wajo yang ketiga dipaksa turun tahta karena kelakuannya yang buruk dan dibunuh oleh tiga orang Ranreng. Menarik Perhatian ketika bahwa sejak itu raja-raja di wajo tidak turun temurun tetapi melalui pemilihan dari seorang keluarga raja menjadi arung-matoa artinya raja yang pertama atau utama.
Selama keempat arung-matoa dewang pangreh-praja diperluas dengan tiga pa'betelompo ( pendulung panji ), 30 arung-ma'bicara (raja hakim), dan tiga duta, sehingga jumlah anggota dewa berjumlah 40 orang. mereka itulah yang memutuskan segala perkara. Kesultanan wajo memperluas daerah kekuasannya sehingga menjadi Kerjaan Bugis yaitu kerajaan yang besar. Kesultanan Wajo pernah bersekutu dengan kesultanan Luwu dan bersatu dengan Bone dan Soppeng dalam perjanjian Tellum Pocco pada 1582 M. Wajo pernah ditaklukan oleh kesultanan Gowa-Tallo dalam upaya memperluas islam dan pernah tunduk pada 1610 M. Disamping itu diceritakan pula dalam hikayat tersebut bahwa bagaimana Dato' ri Bandang dan Dato' Sulaeman memberikan pelajaran agama islam terhadap raja-raja Wajo. dan rakyatnya dalam masalah Kalam-dan fikih. Pada waktu itu kesultanan wajo dilantik pejabat-pejabat agama atau syura dan yang menjadi kadi yang pertama di wajo ialah  konon seorang wali dengan Karomahnya ketika berziarah ke Mekkah. Diceritakan bahwa kesultanan Wajo elama 1612-1679 M diperintah oleh 10 orang arung-matoa.
Persekutuan dengan Gowa pada suatu waktu diperkuat dengan memberikan bantuan dalam peperangan. tetapi, berulangkali Gowa juga mencampuri urursan pemerintahan Wajo, Kesultanan wajo Sendiri pernah ditaklukan oleh Bone tetapi karena didesak maka Bone pun takluk kepada Gowa-Tallo. Perang besar antara Gowa-Tallo dibawah Sultan Hasanuddin melawan VOC pimpinan Speelmanyang mendapat bantuan dari ARu Palaka dari Bone berakhir dengan perjanjian Bongaya pada 1667 M. Sejak itu terjadi penyerah wajo yang diserang tentara Bone dan VOC sehingga jatuhlah ibukota kerajaan wajo yaitu Tosora. Arung-matoa to sengeng gugur. Arung-matoa penggantinya terpaksa menandatangi perjanjian di Makassar tentang penyerahan Kesultanan wajo kepada VOC.

Artikel keren lainnya: